Penjelasan hadits Amr bin Maimun seorang Tabiin senior

Bagaimana penjelasan yang benar tentang hadits yang diriwayatkan oleh seorang shahabat yaitu Amr bin Maimun yang tertera dalam Shahih bukhari sebagai berikut:

رأيتُ في الجاهلية قردة اجتمع عليها قردة قد زنتْ فرجموها فرجمتُها معهم
“di masa jahiliyyah aku pernah melihat monyet-monyet yang dikerumuni dan dirajam oleh monyet-monyet lain karena telah berzina, maka akupun ikut merajamnya bersama mereka”.

Jawaban

Kisah ini diriwayatkan imam al-Bukhari v dengan nomor hadits 3849, dan Amr bin Maimun ia berkata:

رأيتُ في الجاهلية قردة اجتمع عليها قردة قد زنتْ فرجموها فرجمتُها معهم
“di masa jahiliyyah aku pernah melihat monyet-monyet yang dikerumuni dan dirajam oleh monyet-monyet lain karena telah berzina, maka akupun ikut merajamnya bersama mereka”.

Riwayat ini sebagaimana yang nampak bukanlah dari sabda Nabi shallallahu alahi wassalam dan bukan pula perkataan salah seorang dari sahabat beliau shallallahu alahi wasallam, tapi imam Bukhari rahimahullah meriwayatkannya untuk menceritakan apa yang dialami oleh Amar bin Maimun. Amr bin Maimun rahimahullah adalah seorang dari al-Audi, Abu Abdillah al-kufi, wafat pada tahun 74 H. Beliau telah mengalami hidup masa jahiliyyah dan juga masa kenabian serta masuk islam.

Akan tetapi beliau belum pernah melihat Nabi shallallahu alahi wassalam, oleh karenanya para ulama tidak menganggapnya sebagai shahabat, hanya saja ia seorang mukhadram (yang hidup di zaman jahiliyyah dan Islam) dan termasuk Tabi’in senior. Lihat biografi beliau dalam kitab “Tahdzib at-Tahzib” (8/11).

Telah kita ketahui bersama bahwa hadits-hadits yang tetap dari Nabi shallallahu alahi wassalam adalah hadits-hadits yang wajib untuk diimani dan tunduk terhadap apa yang tertera didalamnya. Sedangkan apa yang diceritakan oleh seorang oleh seorang Tabi’in tetang apa yang dialaminya maka hal itu tidak dapat naik kedudukannya menjadi sunnah Nabi sampai kapanpun dan dengan kondisi apapun.

Ibn al-Qutaibah ad-Dainuri v berkata: “mereka berkata maksudnya orang-orang yang mencela dan menjatuhkan sunnah-: ‘kalian telah meriwayatkan bahwa sekumpulan monyet telah merajam monyet lain yang telah berzina....’ kita jawab celaan ini dengan mengatakan; ‘hadits yang menyebutkankisah tentang monyet tersebut bukan berasal dari Rasulullah shallallahu alahu wasallam, dan tidak pula dari para shahabatnya. Tapi riwayat itu hanya menyebutkan tentang segelintir apa yang dialami oleh Amr bin Maimun. Boleh jadi beliau melihat monyet yang dilempari monyet lain lalu beliau sangka bahwa monyet yang dilempari monyet lain lalu beliau sangka bahwa monyet itu dirajam karena berzina. 

Tentunya hal ini tidak dapat diketahui siapapun dengan pasti namun hal itu hanya sekedar prasangka, karena para monyet tersebut tidak dapat menceritakan tentang dirinya. Dan orang yang melihat monyet sedang bersebadan, dia tidak akan tahu apakah monyet itu berzina atau tidak, dengan demikian itu semua adalah sangkaan. Kemungkinan Syekh (Amr bin Maimun) v mengetahui bahwa monyet-monyet itu berzina berdasarkan hal-hal yang kita tidak mengetahuinya, karena monyet itu adalah binatang yang paling banyakberzina, oleh sebab itu bangsa Arab menjadikan sebagai parabel (perumpamaan) “lebih banyak berzina dari monyet”. 

Kalaulah para monyet tidak terkenal dengan banyaknya berbuat zina, maka tidak mungkin dijadikan sebagai perumpamaan. Dan tidak ada hewan yang lebih mirip dengan manusia dalam perkawinan dan kecemburuan daripada monyet. Dan terkadang hewan juga melakukan kejahatan pada yang lain dan menghukum satu sama lain diantaranya ada yang menggigit, mencakar, memecahkan, dan memukul. Dan monyet juga dapat melempar dengan tangan yang Allah ciptakan bagi meeka seperti lemparan manusia. 

Jika para monyet itu melempari yang lain bukan karena berzina, maka sangkaan syaikh (Amr bin Maimun) bukan sangkaan yang jauh, dan jika syaikh berdalih akan perbuatan zina mereka dengan dalil dan menyatakan bahwa lemparanmereka itu adalah sebagai rajam atas perbuatan zina, maka hal itu juga bukan pernyataan yang jauh dari kebenaran, karena sebagaimana yang saya katakan pada anada bahwa monyet adlaah binatang yang paling pencemburu dan paling mirip perilakunya dengan manusia”. [Ta’wil Mukhtalaf al-hadits, 255-256]

Penjelasan hadits Amr bin Maimun seorang Tabiin senior

Ibn Abd al-barr rahimahullah berkata : “menurut sekelompok ulama,hal ini mungkar; yaitu menisbatkan perbuatan zina kepada yang bukan mukallaf (tidak dibebani hukum syar’i), dan juga menegakkan hukum had atas binatang”. [al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashhab, 3/1206]

Dan al-qurthubi rahimahullah berkata: “jika riwayat ini benar, maka riwayat ini dikeluarkan al-bukhari sebagai bukti bahwa Amr bin Maimun pernah hidup di zaman jahiliyyah, dan beliau mengesampingkan hasil sangkaannya tersebut di masa jahiliyyah”. [al-Jami’ Liahkam al-Qur’an, 1/442]. Wallahu a’lam

Sumber majalah Qiblati edisi 04 tahun VIII

Tidak ada komentar: